Selasa, 19 Juli 2011

REKAYASA SOSIAL PEMULIA BATUGAMPING:

Belajar dari Tradisi Bakar Batugamping Pamotan, Rembang, JawaTengah

Oleh: Suhadi Rembang

Tulisan[1] mengenai batugamping Pamotan ini bermuara pada issue rekayasa sosial, yaitu tentang pemberdayaan masyarakat Pamotan berbasis sumber daya lokal. Issue pemberdayaan sosial yang ditawarkan yaitu dalam bentuk  menciptakan industri kreatif berbahan baku batugamping.

Kajian ini dilatarbelakangi tentang perilaku eksplorasi batuan dan tambang di Pamotan yang dikendalikan oleh investor. Hingga saat ini, eksplorasi sumber daya alam Pamotan cenderung sedikit menyerap tenaga kerja. Hal ini dapat dilihat rendahnya daya serap lapangan pekerjaan dan perilaku urbanisasi angkatan kerja muda Pamotan ke luar kawasan penghasil batugamping ini. Realitas sosial ini tanpa disadari karena eksplorasi sumber daya alam sekitar tanpa tindakan rekayasa sosial ekonomi yang matang. Hasil batuan dan tambang Pamotan hanya dikirim ke pasaran dalam bentuk bahan baku dan setengah jadi yang memiliki nilai tawar rendahan.

Berdasarkan latar belakang di atas, telah mendesak kiranya dilakukan rekayasa sosial dengan menciptakan home industri ekonomi berbasis sumber daya lokal. Batugamping yang memiliki aneka ragam fungsi, kiranya dapat dikembangkan dalam bentuk sentra industri kreatif berbahan baku lokal. Dengan demikian masyarakat pemulia batugamping ini dapat meningkat taraf hidup dengan penuh harapan, bukan dibayang-bayangi kecemburuan sosial dan resiko berinteraksi dengan alam yang mengancam kehidupan.

Kajian ini memuat tentang; demografi pemulia batugamping, bangunan bersejarah, asal-usul batu kapur, batuan, sedimen, dan batugamping, asap tebal dan reaksi kimia, teknologi tradisional batugamping, resiko penambangan, fungsi batugamping, dan rekayasa industri kreatif berbahan baku material dan tenaga kerja lokal.

Demografi Pemulia Batugamping

Kabupaten Rembang di Jawa Tengah merupakan daerah yang kaya[2] dengan bahan tambang. Kekayaan tambang tersebut diantaranya batu kapur/batugamping, andesit, pasir kwarsa, tras, pospat, tanah liat, batubara, gipsum,kalsit, dolomit dan bahan tambang lain. Lokasi yang memiliki sumber daya tambang batu kapur/ batu gamping di Rembang yaitu Pamotan, termasuk juga Sale.

Berdasarkan  Hasil  Pencacahan  Sensus  Penduduk  2010[3],  jumlah  penduduk  Kabupaten  Rembang  adalah  591.617  orang  yang  terdiri  atas  295.244 laki‐laki  dan 296.373  perempuan.  Adapun jumlah penduduk Pamotan berdasarkan jenis kelamin yaitu laki-laki sejumlah 21.946   orang dan jumlah penduduk perempuan sejumlah 22.014   orang. Jumlah penduduk masyarakat pamotan keseluruhan yaitu 43.960  orang.

Laju pertumbuhan penduduk Pamotan mencapai 0, 19 %. Pada saat yang sama, laju  pertumbuhan  penduduk  Kabupaten  Rembang  per  tahun  selama  sepuluh  tahun  terakhir  yakni dari  tahun 2000‐2010  sebesar 0,49 persen.  Pamotan dengan pertumbuhan 0,19% di atas, jumlah rumah tangga masyarakat mencapai mencapai 12.036 buah  dengan jumlah hunia tempat tinggal sebanyak 12.291  buah. Laju pertumbuhan penduduk ini sebagai angkatan kerja yang aktif sebagai penanti dan pencipta lapangan pekerjaan. Untuk itu perlu diciptakan dan dipicu keberadaan lapangan pekerjaan yang hadap dengan produk lokal.

Bangunan Bersejarah

Dalam konsteks historis, Pamotan memiliki beberapa bangunan bersejarah[4] semasa pemerintahan Belanda. Bangunan bersejarah yang ada di Pamotan diantaranya, tiga cerobong asap sisa pembakaran pabrik keramik milik pemerintah Belanda yang kini masih ada. Dua bangunan cerobong asap itu dalam keadaan masih utuh dan satu cerobong asap dalam keadaan patah. Ketinggian cerobong asap tersebut mencapai kurang lebih 100 meter.

Kawasan pamotan juga disebut-sebut[5] memiliki ragam keunikan. Kawasan ini selain menyimpan banyak kenangan sebagai kawasan industri, kawasan transportasi perkeretaapian, kawasan lumbung pangan, kawasan tambang, hingga kawasan yang memproduksi golongan terdidik dan religius.

Dalam sumber yang sama dilaporkan, pada jaman penjajahan, kawasan industri senjata dan perabot rumah tangga telah eksis di kawasan ini (saat ini kawasan tersebut adalah dukuh Mbabrik desa Pamotan). Namun kawasan ini hilang tanpa tonggak pewarisan anak cucu Pamotan. Stasiun kereta api sebagai bangunan bersejarah sebagai jalur transportasi cepat, murah, dan mudah ini seakan diam seribu kata. Dan anehnya, bekas rel kereta api itu malu menampakkan lagi. Kawasan stasiun kereta api Pamotan telah disulap menjadi perumahan setengan elit bagi para pendatang dan pribumi yang belum beruntung.

Asal-usul Batu Kapur

Gamping biasa dikenal oleh masyarakat Pamotan sebagai batuan berwarna putih, jika dibakar dapat digunakan sbg campuran bahan bangunan yang sebagian besar terdiri atas kalsium karbonat; batu kapur[6]. Secara mekanik, mineral titonoferous magnetik yang berasal dari formasi “andesit Tua” yang telah mengalami pelapukan dan transportasi masuk pada lingkungan pengendapan batugamping secara signetik bersamaan dengan terbentuknya batugamping. Batugamping yang mengandung titonoferous magnetik yang menyebabkan sebagian batugamping tersebut menjadi berwarna merah muda[7].

Batuan, Sedimen, dan Batugamping

Di bumi ini terdapat banyak sekali kandungan sumber daya alamnya, diantaranya yaitu batuan, mineral dan bahan tambang. Batuan merupakan kumpulan dari satu atau lebih mineral, batuan penyusun kerak bumi berdasarkan kejadiannnya (genesis), tekstur, dan komposisi mineralnya dapat dibagi menjadi 3, yaitu; batuan beku (Igneous Rocks), batuan sedimen (Sedimentary Rocks), batuan metamof/malihan (Metamorphic Rocks). Batu gamping merupakan bagian dari Batuan Sedimen (sedimentory rocks). Dan batugamping sendiri merupakan bagian dari sedimen laut[8] jika dilihat berdasarkan terbentuknya (lingkungan pengendapan). Berikut ulasan singkatnya.

Batuan sedimen adalah batuan yang terjadi karena pengendapan materi hasil erosi. sekitar 80% permukaan benua tertutup batuan sedimen, waluapun volumnya hanya sekitar 5% dari volum kerak bumi. Secara umum Klasifikasi Batuan Sedimen dibagi dalam tiga bagian berdasarkan tenaga yang mengangkut hasil pelapukan dan erosi batuan sedimen, yaitu; sedimen aquatis, sediman aeolis atau aeris, dan sediman glassial.

Sedimen Aquatis, yaitu sedimen yang diendapkan oleh tenaga air. Contoh dari sediman ini diantaranya; gosong pasir, flood plain, delta, dan lain-lain. Sedimen Aeolis atau Aeris, yaitu sedimen yang diendapkan oleh tenaga angin. Contoh dari sedimen ini diantaranya; tanah loss, sand dunes. Selanjutnya Sedimen Glassial, yaitu sedimen yang diendapkan oleh gletser. Contoh pada bagian ini adalah morena dan drimlin.

Berdasarkan terbentuknya (lingkungan pengendapan), batuan sedimen dibagi menjadi dibagi menjadi tiga, yaitu sedimen laut, sedimen darat, dan sedimen transisi. Sedimen laut (marine), diendapkan di laut contohnya batu gamping, dolomit, napal, dan sebagainya. Sedimen darat (teristris/kontinen), prosesnya terjadi di darat, misalnya endapan sungai (aluvium), endapan danau, talus, koluvium, endapan gurun (aeolis), dan sebagainya. Selanjutnya Sedimen transisi, lokasi pembentukanya terletak antara darat dan laut, misalnya endapan delta dan endapan rawa-rawa (limnis).

Dalam penelitian[9] ditemukan bahwa batugamping yang terdapat dalam Formasi Karangsambung berasal dari suatu paparan (bank) yang terbentuk dalam lingkungan laut dangkal. 

Asap Tebal dan Reaksi Kimia

Ketika melintas di sepanjang pertambangan Pamotan, kerap kali kita kelihat kepulan asap. Kepulan asap itu merupakan proses pemuatan kapur bakar (CaO) dari kapur gamping (CaCO3). Proses pelepasan CO2 ini pada umumnya dilakukan pada Jobong gamping dengan suhu kurang lebih 898 hingga 1000 derajat celsius. Berikut ini merupakan reaksi dari proses pembakaran kapur gamping menjadi kapur bakar.

CaCO3 -----> CaO + CO2 untuk batu gamping[10]

Tampak dari reaksi di atas, CO2 di lepaskan. Proses pelepasan CO2 inilah yang tampak dipermukaan pada saat pembakaran kapur gamping yang terlihat tebal menjulang tinggi.

Teknologi Pengolahan Batugamping






Gambar.Aktifitas pemulia Batugamping
Sumber: Suara Merdeka[11], 2010


Memasak batugamping (CaCO3) hingga menjadi kapurbakar (CaO) memerlukan waktu kurang lebih dua belas jam. Berdasasrkan informasi[12], beberapa bahan yang disiapkan untuk melakukan pengolahan kapur gamping diantaranya; batu kapur, limbah kayu (serbuk), tanah merah, serbuk gamping (abuk putih), dan blower. Selanjutnya teknik pengolahan bakar batu gamping secara tradisional yaitu dengan langkah-langkah sebagai berikut; pecahkan batu kapur yang sesuai ukuran yang diinginkan, susun pecahan batu kapur tersebut ke dalam jobong (alat bakar) hingga penuh, berikan kerikil batu kapur dan abuk basah di atas jobong, sisipkan kayu kering dan pemicu pembakar (karet ban) untuk menyalakan jobong, setelah jobong menyala, berikan serbuk dg bantuan blower agar api dapat menyala dengan rata.

Resiko Penambangan

Risiko penambangan batugamping dapat  dilihat pada liputan hariun umum Suara Merdeka[13]. Tentang mereka setiap hari masuk lorong-lorong gua buatan untuk mengambil batugamping. Pekerjaan yang penuh risiko itu dilakukan demi mendapatkan penghasilan, baik di musim panas maupun hujan. Beberapa penambang batu gamping menuturkan, pekerjaan itu terpaksa dilakukan agar dapur tetap mengepul. Lebih lagi mereka tidak punya pekerjaan lain, kecuali menambang batugamping. Sebenarnya mereka sudah tahu, pekerjaan tersebut penuh risiko. Sebab untuk bisa mendapatkan batugamping mereka harus masuk ke lorong-lorong gua buatan. Berdasarkan penuturan mereka, sudah banyak pekerja yang terkubur hidup-hidup di lokasi penambangan akibat tanah longsor. Dalam sumber lain melaporkan, bencana banjir yang kerapkali melanda Pamotan, selain disebabkan hutan gundul dan kerusakan daerah aliran sungai, juga disebabkan aktivitas penambangan galian C (batu gamping)[14] di lereng pegunungan, dituding sebagai pemicu hilangnya daerah resapan air.

Fungsi Batugamping

Batugamping dapat digunakan untuk beberapa kegunaan[15]. Beberapa kegunaan batugamping diantaranya;  fondasi rumah/pengeras jalan dan bangunan fisik lainnya, pembuatan kapur tohor dan kapur padam, bahan bangunan, bahan penstabil jalan raya, bahan baku pembuatan semen portland, pembuatan karbid, bahan tambahan dalam proses peleburan dan pemurnian baja, bahan pemuti, soda abu, bahan penggosok, pembuatan logam magnesium dari air laut, pembuatan alumina, floatasi, pembuatan senyawa alkali, pembasmi hama, bahan pupuk dan insektisida dalam pertanian, bahan keramik, glasir, industri kaca, bata silica, bahan tahan api, dan penjernihan air. Bagaimana memandang keragaman fungsi batugamping ini terhadap industri kreatif di Pamotan?

Industri Kreatif sebagai Pilihan

Penciptaan industri kreatif berbahan baku batugamping berangkat dari diversitas fungsi batugamping yang dibutuhkan untuk melayani gaya hidup manusia. Keragaman fungsi batugamping ini dapat dilihat lagi pada sub judul fungsi batugamping di atas.

Namun saat ini kebudayaan (cara pandang) yang dimililki pemulia batugamping hanya sebatas penjualan batu gamping oleh investor dan pengolahan bahan baku ke pasaran. Untuk itu yang perlu dilakukan pertama kali adalah membangun kebudayaan (cara pandang) tentang bagaimana masyarakat pemulia batugamping ini memuliakan batugamping menjadi produk/ berkakas unik sebagai wujud kreatifitas masyarakat lokal.  

Langkah awal yang perlu dilakukan adalah menciptakan iklim keterbukaan informasi tentang ketersediaan sumber daya lokal dan informasi tentang pemuliaan teknologi tepat guna berbahan baku batugamping. Langkah awal ini dapat dimotori oleh akademisi, peneliti, dan lembaga swadaya masyarakat yang memiliki kapasitas tentang rekayasa batugamping.

Lembaga-lembaga pendidikan formal juga dapat berperan dalam langkah pertama ini. Peran serta sekolah dapat dilakukan dengan cara memasukkan materi pada mata pelajaran, muatan lokal, pada PBKL (Pendidikan Berbasis Keunggulan Lokal), ekstra kulikuler sekolah, hingga kegiatan pelatihan yang berhubungan dengan visi dan misi pembangunan ekonomi kreatif pemulia batugamping ini.

Jika langkah awal itu tercapai, langkah lanjutan berikutnya adalah fasilitasi program pendampingan dan pendanaan oleh pemerintah setempat (pusat) dan lembaga peminjaman modal. Pemerintah sudah saatnya berfikir untuk menumbuhkan ekonomi berbasis lokal dengan produk kebijakan dan program pemberdayaan ekonomi lokal. Bukan sebaliknya hanya memompa pendapatan APBD daerah dengan menjual sebesar-besarnya untuk politik pencitraan. Lembaga keuangan juga diharapkan untuk memihak ekonomi lokal. Memberi program peminjaman modal dengan kemudahan agunan dan sedikit bunga pinjaman.

Distribusi produk ekonomi kreatif lokal juga menjadi hal penting untuk sustainability (keberlanjutan) perilaku ekonomi kreatif berbasis bahan baku lokal. Begitu halnya membangun dinamika pasar lokal dan interaksi transaksi global dengan meneguhkan kepentingan pertumbuhan ekonomi masyarakat pemulia batugamping dalam mengarungi masa depan hidup yang gemilang, bukan penuh dengan resiko hidup yang memberatkan.


Pamotan, 19 Juli 2011
Kertas Kerja Perpustakaan SMA Negeri 1 Pamotan
Rembang, Jawatengah


[1] Kajian tentang batugamping dilakukan penulis (Suhadi Rembang, guru SMA N Pamotan tahun 2011) ini, sebagai wujud pengabdian dan kontribusi diri dan lembaga dalam bentuk ide/ gagasan terhadap lingkungan dan masyarakat Pamotan, Rembang, Jawa Tengah. Perilaku eksplorasi sumber daya alam Pamotan pada suatu hari tentu akan terhenti karena kekayaan alam yang dimiliki bersifat tidak terbarukan (non-renewable).
[3] BPS. 2010. Hasil Sensus Penduduk 2010 Kabupaten Rembang. Badan Pusat Statistik Kabupaten Rembang
[7] Anastasia Dewi Titisari, I Wayan Warmada. 2005. Ganesa Batugamping Merah Muda di Daerah Klepu, Kecamatan Kokap, Kabupaten Kulon Progo, Yogyakarta. Dalam Media Teknik no. 4 tahun XXVII Edisi November 2005 No. ISSN 0216-3012, Halaman 23- 24.
[8] Katili. J. A. DR. Geologi. Dep. Urusan Research Nasional. Jakarta
[9] Siregar, Safei dan Trisuksmono, Djoko dan Yusuf, M. 2000. Penelitian Batugamping Di Daerah Karangsambung, Kebumen, Jawa Tengah. Bandung. Pusat Penelitian Geoteknologi LIPI